opini ini saya tulis beberapa bulan yang lalu saat-saat aktivitas perkuliahan mahasiswa kembali aktif dengan hiruk pikuk dan dinamika perkuliahan masing-masing. opini ini saya coba kembali hadirkan hanya untuk mengingatkan kita semua bahwa telah terlalu banyak perubahan-perubahan yang terjadi di sekitar kita. ini hanya hal kecil yang seharusnya kita sadari yang ternyata telah mulai merenggut sesuatu dari kita sebagai mahasiswa.
mari nikmati bahwa kopini hangat.
SELAMAT DATANG MAHASISWA BARU DI DUNIA KOMERSIALISASI KAMPUS
(Hasanuddin Alam)*
Saat ini ada ungkapan yang harus direnungkan mahasiswa baru dan seluruh mahasiswa Unila bahwa Uang memang merubah dunia, bahkan civitas akademika tercinta ini yang katanya bersih pun menjadi buta karena uang. Hati nurani para petinggi civitas akademika memang telah terbutakan dengan uang, dari yang namanya pejabat rektorat hingga petugas penerimaan mahasiswa baru. Sungguh sangat disayangkan karena mereka itulah yang mengayomi dan menuntun untuk tercapainya keberhasilan pembangunan sumber daya manusia Indonesia kelak.
Bayangkan saja untuk penerimaan mahasiswa baru tahun ini telah banyak menggunakan jalur-jalur yang bertabur uang. Dari yang namanya penerimaan mahasiswa baru jalur SNMPTN hingga jalur Ujian Mandiri bahkan sampai pada tes urine saja terjadi pemetikan uang. Sungguh ironis untuk kampus yang masih mendapatkan subsidi dari Negara dan Pemerintah Daerah.
Mari kita liat lebih jauh tingkat komersialisasi kampus yang dilakukan para petinggi kampus yang notabene masih baru menduduki kursi kepemimpinannya. Kebijakan rektorat untuk melakukan penerimaan mahasiswa baru melalui jalur Ujian Mandiri dengan klasifikasi khusus yaitu suatu penangguhan
dana jaminan bermaterai, dimana dana penangguhan untuk tiap fakultas berbeda-beda, suatu fakultas yang diminati oleh banyak masyarakat tentunya memiliki dana tangguhan minimal yang lebih besar ketimbang fakultas yang kurang diminati. Lihat saja untuk fakultas hukum dana penangguhan yang disampul nama dengan Sumbangan Pembangunan Institusi (SPI) minimal sebesar Rp.5juta, EkonomiRp.10juta, bahkan Kedokteran minimal Rp.50juta ini untuk fakultas yang diminati oleh banyak masyarakat, sedangkan untuk fakultas seperti FKIP hanya menangguhkan dana minimal Rp.2juta. yang harus di perhatikan oleh kita semua bahwa dana tangguhan ini masih bertaraf minimal, artinya jika ada masyarakat yang memiliki taraf ekonomi mampu maka dana tangguhan ini bisa berkali-kali lipat, yang tentunya berdampak pada munculnya angka preoritas untuk si penyumbang terbesar. Dengan kata lain yang kaya akan lebih diutamakan daripada yang miskin, suatu penindasan bagi si miskin untuk dapat merasakan dunia pendidikan tinggi Negara.
Bahkan, dalam pelaksanaan daftar ulang pun mahasiswa lagi-lagi dibebankan dengan munculnya pungutan-pungutan liar oleh pihak-pihak yang mencari keuntungan semata, seperti pada pelaksanaan tes urine tidak jarang ditemui adanya pungutan biaya tes urine sejumlah Rp.10rb bagi mahasiswa yang hendak melakukan tes urine, padahal dalam rincian biaya daftar ulang telah terdapat daftar biaya untuk tes urine. Sungguh sangat ironis apa yang dilakukan para oknum-oknum kampus ini kepada mahasiswanya
Kebijakan rektorat berbau komersialisasi kampus lainnya yaitu dinaikkan biaya semester pendek yang melambung tinggi bahkan melewati kenaikan biaya BBM baru-baru ini, bayangkan saja biaya semester pendek dinaikkan hingga 62% dari Rp.25rb hingga Rp.40rb, diperparah dengan suatu kebijakan semester pendek yang hanya dapat diikuti bagi mahasiswa mengulang saja bukan bagi mahasiswa yang ingin mengambil mata kuliah kedepan, artinya terjadi penghambatan masa mukim studi bagi mahasiswa
Dua kebijakan diatas tentunya suatu kebijakan awal yang akan membawa civitas akademika ini kedalam komersialisasi kampus bernama Badan Hukum Perguruan Tinggi (BHPT), dimana beban terbesar ditujukan pada mahasiswa
Kebijakan-kebijakan diatas tentunya menambah bobroknya system pendidikan di civitas akademika yang tercinta ini. Kebobrokan yang bisa dibilang sangat menjengkelkan, mengingat di kampus tercinta ini yang namanya jadwal kuliah tidak pernah pasti, dari yang namanya ulah dosen yang tak kunjung masuk tepat waktu, hingga adanya kuliah pengganti adalah hal yang lama-lama wajar dianggap oleh mahasiswa, penundaan ujian , bahkan penundaan dari ujian yang tertunda juga pernah terjadi. Yang namanya transkrip nilai baru keluar setelah kuliah semester selanjutnya berjalan, transparansi nilai yang tak kunjung ada hingga terkadang muncul angka menguntungkan bagi yang lebih dekat pada si dosen, yang namanya jadwal bentrok antar mahasiswa adalah hal yang lumrah, sampai-sampai untuk meminta transkrip beserta tanda tangan Pembantu Dekan yang bersangkutan saja harus mengganti dengan sejumlah uang, hal-hal tersebut merupakan rentetan kebobrokan yang ada hingga saat ini, tapi yang dipikirkan bukanlah memperbaiki sistem internal tersebut melainkan mencari keuntungan sebesar-besarnya.
Mencerdaskan kehidupan masyarkat Indonesia adalah suatu amanat Undang-undang Dasar 1945 yang harus dijalankan oleh segenap komponen bangsa, apalagi lembaga negeri seperti Perguruan Tinggi Negeri Lampung kita ini, hal tersebut merupakan suatu kewajiban yang harus diterapkan dengan suatu etikad keiikhlasan dan sungguh – sungguh demi kecerdasan bangsa.
Semoga seluruh civitas akademika yang bertanggung jawab pada pelaksanaan dan berjalannya system di lembaga ini tersadarkan bahwa lembaga ini adalah lembaga pendidikan yang bertugas membentuk capasitas building seseorang, membentuk tingkat keintelektualan seseorang dan menciptakan manusia-manusia yang unggul untuk membangun bangsa dan Negara ini, bukan lembaga untuk mencari keutungan-keutungan semata. Jika hal ini terus terjadi maka apa bedanya lembaga pendidikan ini dengan perusahaan-perusahaan atau bahkan warung remang-remang diluar sana yang tujuan akhirnya adalah keuntungan semata.
16 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar